Kemenhut Tertibkan PETI Tahap III di TNGHS: 88 Lubang Ditutup, Ratusan Sarana Ilegal Diamankan

Advertisement

Cari Blog Ini

Powered By Blogger

Label

Pengikut

Arsip Blog

Wikipedia

Hasil penelusuran

Entri yang Diunggulkan

Kondisi Jalan Licin, Truk Terguling di Tanjakan Baeud, Ini Kata Kapolsek Warungkiara

  KABAR UPDATE | SUKABUMI -  Sebuah truk pengangkut kayu mengalami kecelakaan tunggal dan terguling di Tanjakan Baeud, Jalan Raya Warungkiar...

Kemenhut Tertibkan PETI Tahap III di TNGHS: 88 Lubang Ditutup, Ratusan Sarana Ilegal Diamankan

KABAR UPDATE
Jumat, 21 November 2025

 


KABAR UPDATE | SUKABUMI - Kementerian Kehutanan melalui Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan (Gakkumhut) kembali melanjutkan operasi gabungan penertiban Pertambangan Tanpa Izin (PETI) tahap ketiga di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Operasi yang berlangsung pada Kamis (20/11/2025) ini menyasar Blok Gunung Peti dan Cibuluh–Sinar Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi.


Dalam operasi tersebut, tim menemukan dan menutup 88 lubang PETI, serta mengamankan 81 tenda/gubuk dan 5 unit genset/mesin. Operasi gabungan melibatkan 80 personel yang terdiri dari Ditjen Gakkumhut, Balai TNGHS, TNI, dan Polri.


Operasi ini merupakan lanjutan dari kegiatan penertiban yang telah berlangsung sejak 29 Oktober hingga 7 November 2025.

Pada operasi tahap pertama, tim menghancurkan dan mengamankan 46 tenda biru, 11 lubang PETI, dan 17 unit mesin.

Kemudian pada operasi tahap kedua yang menyasar Blok Cibuluh, Cibarengkok, Cieyem, Cibereng, dan Cinangka, tim berhasil melakukan langkah-langkah penertiban signifikan, di antaranya:



Pembongkaran tempat pengolahan hasil tambang ilegal sebanyak 723 unit


Penutupan 130 lubang PETI

Penyitaan sekitar 20.000 gelundung (tabung besi pengolahan)

Sekitar 100 unit mesin dan 40 unit kincir

Penyitaan bahan kimia berbahaya (B3) seperti merkuri dan sianida


Direktur Penindakan Pidana Kehutanan, Rudi Saragih Napitu, menegaskan bahwa operasi akan terus dilakukan hingga PETI benar-benar hilang dari kawasan taman nasional.


 “Kementerian Kehutanan akan menggandeng pemerintah daerah dan instansi terkait untuk menghentikan rantai bisnis tambang ilegal, mulai dari pasokan logistik, bahan bakar, instalasi listrik ilegal, hingga penampung hasil tambang,” tegas Rudi.


Para pelaku PETI dapat dijerat dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara serta denda kategori VI sesuai ketentuan UU P3H dan UU Konservasi Sumber Daya Alam Hayati.


Kegiatan PETI dianggap sangat berbahaya karena dilakukan di hulu sungai dan menggunakan bahan kimia beracun. Limbah merkuri dan sianida yang dibuang ke aliran sungai berpotensi mencemari sumber air yang digunakan masyarakat, sekaligus meningkatkan risiko:


Longsor

Banjir bandang

Kerusakan ekosistem hutan

Gangguan kesehatan masyarakat



Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, menyampaikan bahwa operasi PETI di TNGHS merupakan perintah langsung Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni.


 “Operasi penertiban PETI dilakukan secara terukur, tegas, dan berkelanjutan, bukan hanya razia sesaat. Langkah ini penting untuk memulihkan fungsi ekosistem dan melindungi keselamatan warga, terutama di puncak musim hujan,” ujar Dwi.


Ia juga menyebut bahwa setelah operasi penertiban, kawasan bekas tambang akan masuk tahap rehabilitasi.


Dwi mengapresiasi peran masyarakat yang aktif melaporkan aktivitas PETI.


 “Dukungan warga menjadi kunci pengawasan bersama untuk melindungi hutan dan keselamatan masyarakat,” tutupnya.


Jurnalis: Peri

Editor: Ismet